KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah
Wabarakatu...
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Khalifah
Ustman Bin Affan” serta tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Makalah ini di
persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas sekolah serta menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini penulis menyadari bahwa penulisanya
masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Namun, besar harapan penulis semoga makalah yang disusun ini bisa bermanfaat.
Makalah ini dapat terselesaikan
atas usaha keras penulis dan bantuan rekan-rekan dalam diskusi untuk mengisi
kekuranganya.
Dalam pembuatan makalah ini penulis
sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya
untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk
penunjang dalam pembuatan makalah penulis berikutnya.
Wassalamualaikum Warahmatullah
Wabarakatu...
Kuok, Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I ...... PENDAHULUAN.................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang..................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................... 1
1.3
Tujuan Penelitian................................................................. 1
BAB II ..... PEMBAHASAN..................................................................... 2
2.1
Proses dan
Mode Pemilihan Ustman bin Affan.................. 2
2.2 Isi Pidato
Utsman bin Affan................................................. 4
2.3 Strategi
kepemimpinan Utsman bin Affan.......................... 4
2.4 Prestasi-Prestasi yang dapat di
Capai
pada Masa Khalifah Utsman bin Affan.............................. . 5
2.5 Periode
Terakhir Pemerintahan Utsman bin Affan............ 9
BAB V ..... PENUTUP............................................................................... 12
5.1
Kesimpulan......................................................................... 12
5.2
Saran .................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. iii
BAB
I
PEDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Banyak apa yang kita ketahui adalah apa yang kita dengar dan dan kita
lihat. Dari banyaknya kita mendengar, maka banyak pula kita akan
mengetahui isi dunia. Kita mengetahui suatu hal pastinya ada seseorang yang
memberitahu baik dengan cara apapun, bercerita, membaca karya seseorang,
melihat dan lain sebagainya. Akan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga
dan bahkan tak ternilai harganya apabila kita mempelajari sebuah sejarah.
Karena dari sejarah itu kita akan mendapatkan berbagai informasi yang bisa
memotifasi kita dalam berjuan dalam kehidupan.
Ir. Soekarno juga mengingatkan kepada kita dengan wejangan “ JAS MERAH”
Jangan sekali-kali Melupakan Sejarah. Dari sejarah pula kita mengetahi
akibat-akibat yang timbul dari suatu perbuatan baik perbuatan itu buruk atau
baik. Terutama kita sebagai mahluk yang hidup setelah para mahluk yang
terdahulu, tentunya sangat memerlukan pengetahuan tentang mereka yang telah
sukses dalam kehidupannya. Mereka adalah cermin bagi kita untuk panutan uamat
selanjutnya. Kholafaur Rosidin adalah para sahabat nabi yang setia mendampingi
perjuangan Nabi, mereka menggantikan perjuangan dengan tetap memegang ajaran
Nabi Muhammad SAW. Terkhususkan pada makalah ini Kholifah Utsman bin Affandan
Ali bin Abi Thalib, Pada masa itu mereka mengembangkan peradaban sebagai bentuk
kemajuan agama islam yang telah dikembangkan kholifah sebelumnya yaitu Abu
Bakar dan Umar bin Khattab. Maka kita sebagai umat yang hidup setelah mereka
akan mendapatkan jalan lurus apabila mengikuti perjalannya
.
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis menitikberatkan pembahasan
mengenai ”Khalifah Ustman Bin Affan”
1.3 Tujuan Penulisan
a. Sebagai
tugas untuk mengikuti mata pelajaran SKI
b. Untuk
melatih penulis agar memudahkan dalam membuat makalah.
c. Untuk
mengetahui lebih banyak lagi tentang Khalifah Ustman Bin Affan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Proses dan Mode Pemilihan Ustman bin Affan
Khalifah Umar bin Khattab meninggal
dunia pada hari rabu waktu subuh, 4 Dzulhijjah 23 H karena ditikam oleh Abu Lu’luah
saat menjadi imam shalat shubuh. Abu Lu’luah adalah seorang bangsa Peria yang
tidak rela dikalahkan oleh Islam. Dia mempunyai dendam pribadi kepada khalifah Umar
Bin Khattab. Menjelang wafatnya Setelah ditikam
oleh abu Lu’luah dan merasa dirinya akan meninggal dunia, maka Umar bin Khattab memilih tujuh
orang sahabat terkemuka sebagai fomatur unntuk menetapkan siapa yang paling
pantas menjadi pemimpin umat islam.mereka yang diangkat sebagai anggota
formatur yang terdiri dari enam orang yaitu
Ali bin abi thalib, Utsman bin affan, Sa’at bin abi Waqosh, Abdurrahman bin
Auf, Zubair bin Awwan dan Tholhah bin Ubaidillah. Keenam orang tersebut
memiliki kewajiban memilih dan berhak untuk dipilih. Untuk melengkapi anggota
tim, Umar bin Khattab menunjuk putranya Abdullah bin Umar. Yang terakhir ini
mempunyai hak pilih, tetapi ia tidak memiliki hak untuk dipilih karena khalifah
Umar bin Khattab melarangnya menjadi anggota formatur. Khalifah Umar bin
Khattab tidak menginginkan Abdullah bin Umar menjadi khalifah karena hal itu
dapat menimbulkan anggapan bahwa ia mewarisi kekhalifahan kepada putranya.[1]
Setelah Umar wafat, maka mereka segera berunding untuk
membahas siapa yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan
(kekholifahan). Perundingan berjalan cukup alot, masing-masing anggota
bersikeras untuk dipilih. Ketua dalam sidang itu adalah Abdurahman bin Auf.
Pemilihan dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakan dan mencari suara
terbanyak. Jika terjadi suara seimbang, maka keputusan diberikan kepada hakim
yaitu Abdullah bin Umar. Ketika itu ada pemikiran dari Abdur Rahman bin Auf
agar mereka dengan suka rela mengundurkan diri dan memberikan kesempatan kepada
orang yang benar-benar paling memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai khalifah.
Tetapi rupanya usul tersebut tidak berhasil, dan ternyata tidak ada satupun
yang mau mengundurkan diri. Kemudian Abdur Rahman bin Auf mengundurkan diri,
tetapi yang lain enggan mengundurkan diri. Pada akhirnya, forum mengarah pada
dua calon saja, yaitu Utsman bin Affandan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu sempat
terjadi oksi dukung mendukung antara kelompok Ali da kelompok Utsman.
Abdur Rhman bin Auf sebagai ketua tim formatur,
mengajak penduduk Madinah untuk shalat berjamaah di mesjid. Sesudah shalat
berjamaah, Abdur Rahman bin Auf memanggil Ali bin Abi Thalib maju kedepan
mimbar dan bertanya, “Apakah Anda bersedia berjanji menegakkan Kitab Allah,
sunah Rasul, dan mengikuti kebijaksanaan yang telah ditempuh Abu Bakar dan Umar?Atas
pertanyaan tersebut, Ali bin Abi Talib menjawab, “Saya akan mengikuti kitab
Allah, sunah Rasul, dan pengetahuan (ijtihad) saya.” Selanjutnya, Abdur Rahman
bin Auf memanggil Utsman bin Affan dan menanyakan hal yang sama. Calon kedua
menjawab, “ya, saya akan berpegang pada Kitab Allah, sunah Rasul, dan kebijaksanaan
yang telah ditempuh Abu Bakar dan Umar. Mendengar jawaban ini,
Abdur Rahman bin Auf langsung memegang tangan Utsman bin Affan dan membaiatnya sebagai
khalifah. Segenap yang hadir kemudian ikut pula memberi baiat kepadanya.[2]
Ali bin Abi Talib dan para sahabat Rasul Allah s.a.w. lainnya, dan semua yang
hadir dalam masjid itu tanpa ragu-ragu menerima Utsman bin Affan r.a. yang
sudah berusia lanjut itu sebagai pemimpin
tertinggi mereka yang baru. Pembai’atan seorang
Khalifah melalui pemilihan salah satu di antara 6 orang Ahlu
Syuro, merupakan kejadian pertama dalam sejarah kekhalifahan umat Islam. Khalifah Abu
Bakar r.a. dibai’at langsung oleh kaum muslimin. Khalifah Umar bin Khattab
r.a. ditetapkan berdasarkan wasiyat
Kahlifah Abu Bakar r.a. Akan tetapi sejalan dengan pembai’atan Utsman bin Affanr.a.
sebagai Khalifah, banyak sekali orang bertanya-tanya tentang jawaban yang
diberikan Ali bin Abi Talib kepada Abdurrahman bin Auf. Mengapa ia mengatakan
“Tidak?”. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawaban pasti. Ali
bin Abi Talib sendiri tidak pernah mengemukakan secara terbuka alasan apa yang
melandasi jawabannya. Yang pasti, Ali bin Abi Talib tidak pernah menyesal
karena ia gagal menjadi Khalifah disebabkan jawabannya itu. Dengan ikhlas ia menerima Utsman bin Affanr.a.
sebagai Amirul Mukminin.
Sementara itu ada yang menafsirkan,
bahwa perkataan “Tidak!” itu bukan ditujukan kepada pertanyaan Abdurrahman
bin Auf yang berkaitan dengan keharusan berpegang kepada Kitab Allah dan
Sunnah Rasul Allah, melainkan tertuju kepada keharusan
mengikuti jejak Khalifah Abu Bakar r.a. dan Khalifah Umar r.a. Ali r.a. tidak
dapat membenarkan kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar r.a. dalam mengambil
keputusan tentang tanah Fadak.
Yaitu tanah hak-guna Rasul Allah
s.a.w. yang dicabut oleh Khalifah Abu Bakar r.a. sepeninggal beliau
dan dijadikan hak milik kaum muslimin
(Baitul Mal). Demikian juga terhadap kebijaksanaan Khalifah Umar
r.a. yang mengadakan penggolongan-penggolongan dalam membagi-bagikan kekayaan
Baitul Mal kepada kaum muslimin.
Saat terpilih menjadi khalifah Utsman bin Affantelah
berusia 70 tahun. Beliau menjadi
khalifah selama 12 tahun.[3]
2.2 Isi Pidato
Utsman bin Affan
Setelah disepakati bersama, mereka membai’at Utsman dan diikuti oleh umat
islam. Pada saat pembaiatan telah selesai, Utsman berpidato di depan kaum
muslimin diantara pidatonya adalah:
Sesungguhnya
kalian berada ditempat sementara, dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk
menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah sedapat mungkin kepada kebaikan
sebelum ajal datang menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang
sembarang waktu dan keadaan baik siang maupun tidak pernah malam. Ingatlah
sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya. Jangan kalian terpedaya oleh kemilau
dunia dan janganlah kalian sekali-kali melakukan tipu daya kepada Allah.
Sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian.[4]
2.3 Strategi
kepemimpinan Utsman bin Affan
Sesudah Utsman bin Affandi baiat sebagai khalifah, ia mulai mengatu siasat
dan strategi kepemimpinannya. Dalam kebijakan politiknya, Utsman bin Affanmulanya
mengikuti khalifah sebelumnya. Oleh karena itu, pada pauh pertama masa
pemerintahanya, keputusan-keputusan yang dibuat merupakan kelanjutan
darikebijakan sebelumnya. Namun pada paruhkedua Utsman mengubah gaya
kepemimpinanya. Hal itu tampak dengan pegantian gubernur yang diangkat Umar bin
Khattab. Akibatnya, timbul gejolak masyarakat karena penguasa baru menetapkan
peraturan yang memberatkan mereka, terutama di Mesir. Selain Mesir, daerah yang
bergejolak adalah Azerbaijan dan Armenia. Kesewenangan pimpinan bau ini telah
menimbulkan pemberontakan penduduk setempat.[5]
Pada awalnya, kekuatan rakyat yang kecewa atas kebijakan Utsman dapat
mengalahkan pasukan pemerintah. Namun, akhirnya mereka dapat ditundukan
kembali. Azebaijan diamankan oleh tentara yang dipimpin Abdullah bin Suhail dan
al-Walid bin Ukbah, sedangkan Armenia dikuasai kembali oleh panglima salman bin
Rabi’ah. Di tinjau dari strategi kepemimpinannya, Utsman bin Affan tidak jauh
berbeda dengan Umar bin Khattab. Yang menjadi perbedaan adalah pergantian
berberapa gubernur sehingga menimbulkan beberapa gejolak dan di nilai lebih
mementingkan hubungan kerabat dalam pengangkatannya. Meskipun demikian,
strategi kepemimpinan Utsman bin Affan dalam melanjutkan penaklukan Asia Tengah
telah memperluas wilayah kekuatan di Madinah. Pada masa akhir pemerintahannya,
kekuasaan Utsman bin Affan membentang dari Tripoli dibarat sampai seluruh Asia
Tengah di Timur dan dari Yaman diselatan sampai Armenia Utara, Azerbaijan, dan
Turkistan Utara. [6]
Kelemahan Utsman adalah terlalu mengutamakan keluarganya dari Bani Umayyah.
Misalnya, ia mengangkat beberapaorang dari Bani Umayyah menjadi gubernur
dibeberapa wilayah. Sifatnya yang lemah lembut dan dermawan sering dimanfaatkan
oleh anggota Bani Umayyah untuk mendapatkan keuangan. Ia kurang bisa bersikap
tegas terhadap keluarganya.[7]
2.4
Prestasi-Prestasi yang dapat di Capai pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
2.4.1 Kodifikasi
Mushaf Al-qur’an
Seperti sudah kamu ketahui, usaha kodifikasi (pembukuan) Al-qur’an sudah
dimulai sejak khalifah Abu Bakar as-Siddiq. Ayat-Ayat Al-Qur’an yang sudah
terkumpul pada masa itu dismpan oleh Hafsah Binti Umar, salah satu istri
Rasulullah saw. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, wilayah islam
sudah sangat luas. Hal itu menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbedaan
pembelajaran Al-Qur;an dibeberapa pelosok wilayah. Perbedaan itu meliputi
susunan surah-surahnya atau lafaz (dialek)nya. Pada masa Rasulullah saw., perbedaan tersebut
diberi kelonggaran. Saat itu, masih memberi kemudahan agar Al-Qur’an dapat
dihapal dengan cepat oleh semua umat Islam. Ketika wilayah islam makin luas,
perbedaan dialek satu daerah dengan daerah yang lain makin terlihat. Salah
seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman melihat perselisihan antara
tentara Islam ketika menaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Masing-masing pihak
menganggap cara membaca Al-Qur’an yang dilakukannya adalah yag paling baik.[8]
Perselisihan tersebut kemudian dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman kepada
khalifah Utsman bin Affan. Selanjutnya, khalifah Utsman bin Affanmembentuk
sebuah panitiapenyusun Al-Qur’an. Panitia ini diketuai oleh Zaid bin Sabit.
Anggotanya adalah Abdullah bin Zubair dan Abdurahman bin Haris. Tugas yang
harus dilaksanakan oleh panitia tersebut adalah menyalin ulang ayat-ayat
Al-Qur’an dalam sebuah buku yang disebut mushaf. Penyalinan tersebut harus
berpedoman pada bacaan mereka yang menghafalkan Al-Qur’an. Apabila terdapat
pebedaan dalam pembacaan, yang ditulis adalah yang dialek Quraisy. Hal itu
disebabkan Al-Qur’an diturunkan dalam dialek Quraisy.[9]
Salinan kumpulan Al-Qur’an itu disebut al-Mushaf. Oleh panitia, al-Mushaf
diperbanyak sejumlah empat buah. Sebuah tetap berada di Madinah, sedangkan
empat lainnya dikirimkan diMakkah, Suriah, Basra, dan Kufah. Semua naskah
Al-Qur’an yang dikirimkan ke daerah-daerah itu dijadikan sebagai pedoman dalam
penyalinan beikutnya didaerah masing-masing. Naskah yang ditinggal di Madinah
disebut Mushaf al-imam atau Mushaf Utsmani. Adapun naskah yang berbeda dengan
Mushaf al-imam dinyatakan tidak berlaku lagi. Walaupun demikian perbedaan
bacaan Al-Qur’an masih ditemukan hingga kini. Ha lini diperbolehkan apabila
diriwayatkan secara mutawatir.[10]
2.4.2 Renovasi Masjid Nabawi
Seni bangunan diterapkan pada pengembangan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid
ini didirikan pertama kali oleh nabi Muhammad saw. setelah tiba di Madinah.
Masjid ini kemudian tidak hanya dijadikan tempat ibadah, juga tempat musyawarah
dalam memutuskan banyak halyang berkaitan dengan pengembangan Islam keluar kota
Madinah. Diperkirakan pada tahun ke-7 H, masjid ini diperluas menjadi 50-30
meter dengan 3 buah pintu. Kemuadian pada tahun ke-17 H pada masa khalifah Umar
bin Khattab, terjadi lagi perluasan bangunan.pengembangan ini terus di lakukan
pada masa Khalifah Usman bin Affan, bahkan diperindah. Dindingnya diganti
dengan batu, dan bidang-bidang dindingnya di hiasi dengan berbagai ukiran.
Tiang-tiang di buat dengan beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya
dibuat dari kayu pilihan. Katika itulah mulai diperlihatkan unsur estetisitas
atau keindahan seni bangunan dalam masjid ini.[11]
2.4.3 Pembentukan Angkatan Laut
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya
rencana Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan
Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan.
Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman pun menyetujui
pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan sarana yang
memadai. Pada saat itu, Mu’awiyah, Gubernur di Syiria harus menghadapi
serangan-serangan Angkatan Laut Romawi di daerah-daerah pesisir provinsinya.
Untuk itu, ia mengajukan permohonan kepada Khalifah Utsman untuk membangun
angkatan laut dan dikabulkan oleh Khalifah. Sejak itu Muawiyah berhasil
menyerbu Romawi.
Mengenai pembangunan armada itu sendiri, Muawiyah
tidaklah membutuhkan tenaga asing sepenuhnya, karena bangsa Kopti, begitupun
juga penduduk pantai Levant yang berdarah Punikia itu, ramai-ramai menyediakan
dirinya untuk membuat dan memperkuat armada tersebut. Itulah pembangunan armada
yang pertama dalam sejarah Dunia Islam. Selain itu, Keberangkatan pasukan ke
Cyprus yang melalui lautan, juga mendesak ummat Islam agar membangun armada
angkatan laut. Pada saat itu, pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay
Al-Harisy yang ditunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima Angkatan Laut.
Istilah ini kemudian diganti menjadi Admiral atau Laksamana. Ketika sampai di
Amuria dan Cyprus pasukan Islam mendapat perlawanan yang sengit, tetapi
semuanya dapat diatasi hingga sampai di kota Konstatinopel dapat dikuasai pula.
Di samping itu, serangan yang dilakukan oleh bangsa
Romawi ke Mesir melalui laut juga memaksa ummat Islam agar segara mendirikan angkatan
laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan
penyerangan dari laut. Penyerangan itu mengakibatkan jatuhya Mesir ke tangan
kekuasan bangsa Romawi. Atas perintah Khalifah Ustman, Amr bin Ash dapat
mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun
651 M di Mesir (Misbach,1984:10-11). Berawal dari sinilah Khalifah Ustman bin
Affan perlu diingat sebagai Khalifah pertama kali yang mempunyai angkatan laut
yang cukup tangguh dan dapat membahayakan kekuatan lawan.
2.4.4 Peluasan Wilayah
Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke
rahmatullah terdapat daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam.
Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama
atau dengan perkataan lain pamong praja dari pemerintahan lama (pemerintahan
sebelum daerah itu masuk ke daerah kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan
kekuasaannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha
menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa
Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan
gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia
lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan
Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam. Adapun daerah-daerah lain yang
melakukan pembelotan terhadap pemerintahan Islam adalah Khurosan dan
Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Ibnu
al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan
sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku
kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai
Khurazan.
Adapun tentang Iskandariyah, bermula dari kedatangan
kaisar Konstan II dari Roma Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandariyah
dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan.
Panglima Abdullah bin Abi Sarroh yang menjadi wali di daerah tersebut meminta
pada Khalifah Utsman untuk mengangkat kembali panglima Amru bin ‘Ash yang telah
diberhentikan untuk menangani masalah di Iskandariyah. Abdullah bin Abi Sarroh
memandang panglima Amru bin ‘Ash lebih cakap dalam memimpin perang dan namanya
sangat disegani oleh pikak lawan. Permohonan tersebut dikabulkan, setelah itu
terjadilah perpecahan dan menyebabkan tewasnya panglima di pihak lawan.
Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.
Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah
masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian
Selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara
Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara,
Kabul dan Gzaznah di Turkistan. Jadi
Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan
kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya
telah sampai pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia
selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan
Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana
yang mereka lakukan sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah
tersebut.
2.5 Periode Terakhir Pemerintahan Utsman bin Affan
Setelah melewati masa-masa gemilang, pada masa paruh terakhir kekuasaanya,
Khalifah Utsman menghadapi berbagai pemberontakan dan pembangkangan di dalam
negri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa terhadap tabiat khalifah dan
beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Akan tetapi kekacauan sudah dimulai
sejak pertama tokoh ini terpilih menjadi khalifah.
Utsman adalah orang yang baik dan saleh namun dalam banyak hal kurang
menguntungkan. Karena Utsman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan
orang Mekah, khususnya kaum Quraisy dari kalangan Bani Umayyah. Kemenangan
Utsman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari
keluarga besar Bani Umayyah. Utsman berada dalam pengaruh dominasi seperti itu
maka satu persatu kedudukan tinggi di duduki oleh anggota keluarganya.
Ketika Utsman mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu khalifah yang dituduh
sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan suka intrik menjadi sekertaris
utama, segeralah timbul mosi tidak percaya dari rakyat. Begitu pula penempatan
Muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad masing-masing menjadi gubernur
Suriah, Irak dan Mesir, sangat tidak disukai oleh masyarakat umum di tambah
lagi tuduhan-tuduhan bahwa kerabat khalifah mendapat harta pribadi dengan
mengorbankan harta umum dan tanah negara. Hakam, ayah Marwan mendapatkan tanah
Fadah, Marwan sendiri menyalah gunakan harta baitul mal, Muawiyah mengambil
alih tanah Negara Suriah dan khalifah mengizinkan Abdullah untuk mengambil
seperlima dari harta rampasan perang.
Situasi politik semakin mencekam bahkan berbagai usaha yang bertujuan baik
dan mempunyai alasan yang kuat untuk kemaslahatan umat disalah pahami dan
melahirkan perlawanan dari masyarakat. Pemushafan Al-Qur’an misalnya, yang
dimaksudkan untuk menyelesaikan kesimpangsiuran bacaan Al-Qur’an sehingga
perselisihan mengenai Al-Qur’an dapat dihindari. Tetapi lawan-lawannya Utsman
menuduh bahwa Utsman sama sekali tidak memiliki otoritas untuk menerapkan
edisi Al-Qur’an yang di bukukan itu. Dengan kata lain, mereka mendakwa Utsman
secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan agama yang tidak di milikinya.
Terhadap berbagai kecaman tersebut, Utsman telah berupaya untuk membela
diri dan melakukan tindakan politisi sebatas kemampuannya. Tentang pemborosan
uang misalnya, Utsman menepis keras tuduhan keji ini. Memeng benar dia membantu
saudara-saudaranya dari bani Umayyah, tetapi itu diambil dari kekayaan
pribadinya bukan dari kas Negara bahkan Utsman tidak mengambil gajinya yang
menjadi haknya. pada saat menjadi khalifah Utsman jatuh miskin. Karena hartanya
digunakan untuk membantu sanak familinya, juga karena seluruh waktunya
digunakan untuk mengurusi permasalahan kaum muslimin, sehingga tidak ada waktu
lagi untuk mengumpulkan harta seperti sebelum menjadi khalifah.
Dalam hal ini Utsman berkata: “pada saat pencapaianku menjadi khalifah, aku
adalah pemilik unta dan kambing terbanyak di Arab. Hari ini aku tidak memiliki
unta dan kambing kecuali yang digunakan dalam ibadah haji. Terhadap penyokong,
Aku memberikan kepada mereka apa pun yang dapat aku berikan dari milikku
pribadi. Tentang kekeayaan Negara, aku menganggapnya tidak halal, baik bagi
diriku sendiri maupun bagi orang lain. Aku tidak mengambil apa pun dari
kekayaan Negara, apa yang aku makan adalah hasil nafasku sendiri.
Rasa tidak puas terhadap Khalifah Utsman semakin besar dan menyeluruh. Di
Kufah dan Basrah, yang dikuasai oleh Thalhah dan Zubair, rakyat bangkit
menentang gubernur yang di angkat oleh khalifah. Hasutan yang lebih keras
terjadi di mesir, selain ketidaksetiaan rakyat terhadap Abdullah bin Sa’ad,
saudara angkat khalifah, sebagai pengganti gubernur ‘Amr bin Ash juga karena
konflik sosial pembagian ghanimah. Pemberontak berhasil mengusir
gubernur yang diangkat khalifah, mereka yang terdiri dari 600 orang mesir itu
menuju ke madinah. Para pemberontak dari Kufa dan Basrah bertemu dan bergabung
dengan kelompok mesir. Wakil-wakil mereka menuntut khalifah untuk mendengarkan
keluhan mereka. Khalifah menuruti kemauan mereka dengan mengangkat
Muhammad bin Abu Bakar menjadi gubernur di Mesir. Dam merekapun puas terhadap
kebijaksanaan khalifah dan mereka ulang kenegri masing-masing. Tetapi
ditengah perjalanan mereka menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang
menerangkan bahwa para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut
mereka surat tersebut ditulis oleh Marwan bin Hakam, sekertaris khalifah.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib ingin menyelesaikan persoalan tersebut dengan
jalan damai, tetapi mereka tidak dapat menerimanya. Mereka mengepung rumah
khalifah, dan membunuhnya ketika Khalifah Utsman sedang membaca Al-Qur’an, pada
tahun 35 H/17 juni 656 M. menurut Lewis, pusat oposisi sebenarnya adalah di
Madinah sendiri. Di Madinah Thalhah, Zubair dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia
melawan khalifah, dengan memanfaatkan para pemberontak yang dating ke Madinah
untuk melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.
Menurut Ahmad Al-Usairy dalam bukunya yang berjudul Sejarah Islam, salah
satu faktor yang menyebabkan pemberontakan dan pembangkangan adalah berkobarnya
fitnah besar di tengah kaum muslimin yang di kobarkan oleh Abdullah bin Saba’,
seorang yahudi asal yaman yang berpura-pura masuk islam. Orang ini telah
berkeliling ke berbagai kota kemudian menetap di Mesir. Kemudian dia menaburkan
keraguan di tengah manusia tentang akidah mereka dan mengecam Utsman dan para
gubernurnya. Dia dengan gencar mengajak semua orang untuk menurunkan Utsman dan
para gubernurnya. Dengan gencarnya dia mengajak semua orang untuk menurunkan
Utsman dan menggantinya dengan Ali sebagai usaha menaburkan fitnah dan
perpecahan.
Mulailah pecah fitnah di Kufah pada tahun 34 H/ 654 M. mereka mulai
menuntut kepada khalifah untuk menggati gubernur kufah. Akhirnya Utsman
menggantinya untuk memenuhu tuntutan mereka dan sebagai uapya untuk meredam
fitnahyang lebih besar. Setelah itu ada sejumlah besar manusia yang datang dari
kufah, basrah, dan mesir untuk mendebat khalifah. Ali mencegah mereka dan
menerangkan apa yang mereka lakukan adalah kesalahan besar. Dan khalifah
melakukan pembelaan yang masuk akal. Maka pulanglah mereka dengan tangan hampa.
Abdullah bin Saba’ paham bahwa kesematanya yang telah ia bangun selama
bertahun-tahun akan lenyap begitu saja. Maka ia mencari siasat licik dan
mengatur strategi. Dia membuat surat palsu atas nama khalifah akan mengundurkan
diri dan Ali akan naik. Disebutkan bahwa siapa saja yang tidak setuju akan
dibunuh.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan Pembai’atan dirinya dilakukan melalui
pemilihan salah satu di antara 6 orang Ahlu Syuro yaitu Ali bin abi
thalib, Utsman bin affan, Sa’at bin abi Waqosh, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin
Awwan dan Tholhah bin Ubaidillah , merupakan kejadian
pertama dalam sejarah kekhalifahan umat
Islam. Khalifah Abu Bakar r.a. dibai’at langsung oleh kaum
muslimin. Khalifah Umar bin Khattab r.a. ditetapkan berdasarkan wasiyat Kahlifah Abu Bakar r.a. Utsman
bin Affan adalah khalifah ke 3 setelah Umar bin Khattab. Saat dia menjadi
khalifah usianya 70 tahun dan dia menjadi khalifah selama 12 tahun. Prestasi
yang dicapai pada masa ini adalah kodifikasi Mushaf Al-Qur’an, renovasi masjid
Nabawi, pembentukan angkatan laut, dan peluasan wilayah. Gaya kepemimpinanya Utsman bin
affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan mhumanis. Namun
gaya kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya
nepotisme.
3.2 Saran dan Kritik
Kita harus mempelajari
tentang masalah sejarah Islam, dimana kita harun mengetahui kepemimpinan
setelah Rasulullah, agar ilmu kita akan bertambah. Jika ada salah dalam
penulisan kami mohon maaf, saran dan kritik sangat kami perlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas,
N. Wahid, Suranto.2013.Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam.Surakarta:Tiga
Serangkai.
Darsono,
H. T.Ibrahim.2009.Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam.solo:Tiga Serangkai.
Murodi,
H.2009.Sejarah Kebudayaan Islam Madraah Aliyah Kelas XII.Semarang:Toha
Putra.
Ula,
Miftahul. Dkk.2014.Sejarah Kebudayaan Islam.jakarta:Kementrian Agama.
TUGAS
KELOMPOK GURU
PEMBIMBING
SKI Manahan.
N, MA
MAKALAH
KHALIFAH
UTSMAN BIN AFFAN
Disusun
Oleh:
Nama kelompok
: 1. Herlina Permata Sari
2.
Hidayati
3.
Imelda Putriyansya
4. Intan Eria Elfi
5. Irma Suliani
6. Leni Marlina
Kelas : XII IPA II
MADRASAH
ALIYAH NEGERI KUOK
TAHUN
AJARAN 2015/2016
[1]
H. Dasono, T. Ibrahim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam,Solo:Tiga Serangkai,2009,hlm.
51-52.
[2]
N.Abass wahid,Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, Surakarta:Tiga
Serangkai,2013,hlm. 32-33.
[3]
H. Dasono, T. Ibrahim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam,Solo:Tiga Serangkai,2009,hlm.
52.
[4]
Miftahul Ula, Dkk, Sejarah Kebudayaan Islam ,jakarta:Kementrian Agama,2014,hlm.
77.
[5]
N.Abass wahid,Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, Surakarta:Tiga
Serangkai,2013,hlm. 38.
[6]
Ibid,hlm. 38-39.
[7]
Miftahul Ula, Dkk, Sejarah Kebudayaan Islam ,jakarta:Kementrian Agama,2014,hlm.
78.
[8]
H. Dasono, T. Ibrahim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam,Solo:Tiga Serangkai,2009,hlm.
52.
[9]
Ibid,hlm. 53.
[10]
Loc.cit.
[11] H.Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah
Aliyah Kelas XII,Semarang:Toha Putra,2009,hlm. 73.
IZIN COPPY YAHH ...
BalasHapusPerasaan covernya bahas utsman, isinya bahas umar?
BalasHapusTERIMA KASIH BANYAK YA KAKAK/ABANG YANG TELAH MENULISKAN MAKALH INI SAYA AMAT SNAGAT TERBANTU...TERIMA KASIH BANYAK SEMOGA ILMU YANG DISAMPAIKAN BERMANFAAT LAGI BUAT PARA PELAJAR LAINNYA......
BalasHapus